Tuesday, December 16, 2008

Pesona Lawang Sewu dan Kota Lama


Hore, aku bisa datang juga ke Lawang Sewu ama Kota Lama. Udah lama ngebet ke sana, tapi ada aja alangannya. Hiks, hiks. Aneh dong, ke Semarang, tapi gak datang ke dua tempat itu, hihi.

Rute dimulai dari Lawang Sewu. Buat buktikan sendiri bangunan yang kabarnya pernah muncul penampakan di TV. Hiy. Untung aja datang waktu hari masih terang, kalau gelap mana tahan! Siang aja keadaannya udah horor, apalagi malam, hua.

Waktu itu aku jalan cuma berdua aja, tanpa guide. Kita juga putar-putar ga berani terlalu jauh, yang penting sotret menyotret. Solusi lainnya, kita buntuti pengujung lain, biar gak terlalu sepi, haha.

Mblusuk-mblusuk aja gak berani apalagi masuk bawah tanah yang konon pernah jadi penjara dan penyiksaan. Bawah tanahnya juga tergenang air dan gelap banget. Wa, tidak!

Bentuk bangunannya juga mendukung wisata horor, banyak lumut, minim cahaya, suram, kelihatan dari depan sih ramai pengunjung, serta masuk ke dalam, luas juga, ujung-ujungnya sepi.

Kabarnya, Lawang Sewu mau dibuat hotel. Aku sih mendukung, dari pada bangunannya terlantar dan gak ada perawatan sama sekali. Malah menggenaskan. Senasib kayak Taman Sari-nya Jogja. Hm, jangan salah, serem-serem gitu, ada yang pre-wedding di Lawang Sewu. Sebelum hari jadi gelap, wisata langsung pidah ke Kota Lama.

Asik, kawasan Kota Lama mah unik, jadi semangat foto-foto. Bentuk bangunannya memang amat jadul, beberapa tempat juga kelihatan sepi. Asal tahu tempat rawan dan sembunyiin kamera dari pandangan, it’s ok. Tempat semacam itu biasanya buat kumpu orang sabung ayam. Mereka curiga orang bawa kamera itu pasti wartawan yang mau liput kelompok mereka.

But, semangat sempat menciut waktu ketemu sama rob yang menggenang di beberapa ruas jalan Kota Lama. Sisa-sisa genangan bikin bau gak sedap, becek, dan ada bangkai hewan juga, jorok lah. jadi jangan heran kalau tiba-tiba lihat tikus bersliweran di sudut-sudut jalan. Yaiks.

Kalau mau tempat agak enak buat duduk, ya di sekitar gereja Blenduk. Waktu itu gereja dalam masa pemugaran, jadi belum bisa lihat bagian dalam.

Pintar-pintar cari jalan deh, buat menghindari rob. Kalau memang perlu, bawa makanan atau cemilan dari rumah, coz dalam radius dekat gak ada swalayan. Tempat ini pasaran banget buat pre wedding. ‘Sangat’ Semarang.

Saturday, December 13, 2008

Taman Sari, Riwayatmu Kini

Menjelang hari raya kurban kemarin, aku sempatin datang ke Taman Sari. Niat awalnya sih mau foto-foto berempat, yah sayangnya gak bisa kesampaian. Akhirnya aku, Teta, adekku, plus pacarnya, berangkat.

Berhubung hari libur, suasana Taman Sari ramai juga. Banyak juga wisatawan luar negeri lo. Bahkan sempat kita lihat, ada beberapa pasangan yang melakukan foto pre-wedding. Taman sari memang jadi tempat yang unik buat sotret menyotret, karena bangunannya yang khas.


Sayangnya, Taman sari berkesan tak terawat, pemeliharaan asal-asalan. Masa disela-sela jendela Taman Sari ada penduduk yang jemur kerupuk dan sayur mayur? Belum lagi jemuran warga yang bergelantungan di kawasan Taman, hmm, apa kata para wisatawan ya.


Pengunjung juga ada yang edan. Kalau bawa camilan, buangnya sembarangan, yaiks. Kok ya nggak ada petugas yang patroli kebersihan tiap saat ya? Pengunjungnya bandel, pengelola ya cuek. Parah deh.

Kondisi kompleks Taman Sari yang menyatu dengan perkampungan, memberikan resiko demikian. Bukan malah terkesan eksklusif. Kalau pemanfaatan warga bisa memberikan kontribusi buat Taman Sari ya, malah lebih bagus lagi. Misalnya ada yang membuka kursus membatik, atau buka warung, kan malah membantu pemasukan warga sendiri. Batik juga menambah nilai wisata.


Kalau penduduk sekitar cuma melakukan pungutan liar ke pengunjung, atau menambah kesan jorok (seperti menjemur baju di bangunan Taman sari), malah bikin ilfil. Nilai sejarahnya malah jauh berkurang. Jangan-jangan suatu saat Taman Sari hanya akan jadi warisan yang dilupakan orang.

Bale Kambang, Wisata Gratis

Waktu dapat kesempatan libur beberapa hari, aku niatin buat naik kereta api. Ini bermula dari aku yang bersikeras mau nyoba kereta api Banyu Biru, jurusan Semarang – Sragen. Padahal kan, gampang aja, tinggal turun di Solo Balapan buat pulang ke Jogja, tapi tetep aja gak boleh.


Berhubung gak menginap, cari rute-rute yang deket aja, so, pilihan jatuh ke Solo. Jauh-jauh ke Solo, kan gak asik kalau gak jalan-jalan. berdasar refrensi dari koran yang kebetulan dibeli saat perjalanan, akhirnya diputuskan ke Bale Kambang aja. Secara mall-malll di Solo udah beberapa kali dikunjungi, makanya agak malas ke sana. Bale Kambang gak terlalu jauh dari stasiun. Kalau pake becak, kira-kira ‘makan’ waktu 15 menit.


Bale Kambang letaknya dekat stadion Manahan, jalan Jenderal Ahmad Yani. Bentuknya taman wisata di tengah kota. Bukanya jam 07.00-18.00, setiap hati. Masuknya gratis, tis. Suasana di dalam juga gak membosankan.


Dalam Bale Kambang ada beberapa tanaman langka, danau buatan dengan balai yang mengapung di tepinya, jadi seolah-olah mengambang, ada teaternya, bahkan ada dua rusa yang dibiarkan berkeliaran. Kalau mau kasih makan merpati di deket air mancur juga bisa. Asiknya lagi, tersedia banyak bangku di penjuru taman yang bisa buat leyeh-leyeh. Beberapa pasangan malah asik pacaran mesra lo, haha.


Taman ini dibangun seorang bangsawan sebagai wujud kasih sayang ke anak-anak perempuannya. So sweet kan? Patung kedua putri itu ada di tengah danau dan air mancur. Waktu aku ke sana juga masih ada pembangunan dalam taman, mungkin penambahan fasilitas.


Sayangnya, toilet yang berfungsi letaknya terpencil dan menyeramkan. Mungkin yang kebelet, malah gak jadi. Ada toilet-toilet baru, tapi belum berfungsi.


Menyenangkan kalau ada taman di kota, bisa jadi penyaring polusi kota, apalagi yang gratis buat pengunjung, seperti Bale Kambang.

Alokiteswara, Vihara Memukau

Setiap mau ke kantor Suara Merdeka, pasti melewati bangunan vihara megah yang tampak menyolok. Wah, akhirnya aku bisa kunjungi juga. Selain sebagai tempah ibadah, ternyata Vihara Alokiteswara, Watu Gong, Budhagaya, juga biasa dikunjungi sebagai tempat wisata,

Di sebut Watu Gong, karena di sana memang ada batu yang bentuknya menyerupai gong. Masih ada sampai sekarang. Suasananya nyaman, tenang, baunya wangi, hm, khas tempat ibadah. Ada beberapa souvenir yang dijual pada pengunjung. Souvenir ini gak ada yang jaga lo, jadi disediakan tempat uang untuk orang yang tertarik membeli souvenir. Gak hanya souvenir, minuman ringan yang ditaruh di pendingin juga mendapat perlakuan yang sama. Hm, kejujuran di uji nih.

Pengunjung boleh bebas berfoto. Termasuk di depan patung Kwan Im tiga dimensi yang luar biasa besar, tapi pengunjung gak boleh duduk, atau naik berdiri ke tempat patung-patung tersebut. Desaign-nya mengaggumkan, warna merah mendominasi di vihara ini. selain bangunan Kwan im yang tinggi menjulang, ada gedung besar yang pernah dipakai buat upacara pernikahan. Di tempat yang luas itu, juga ada patung Budha dengan pose tidur menyamping, tangan di sangga di kepala (look familiar?).

Wah beruntungnya bisa mengambil banyak gambar di tempat ini. gak semua vihara memperbolehkan sembarang pengunjung datang. Apalagi foto-foto.

Friday, December 12, 2008

Asyiknya Ikut Liputan Fotografer Freelance

Selama magang, kadang-kadang aku ikutan liputan juga. Apalagi kalau di kantor memang gak ada kerjaan lagi. Namanya Juvee, anak magang seumur hidup di SM CyberNews. Ah, becanda aja. Dia dah sering aku sebut, karena berjasa jadi guide jalan-jalan selama aku di Semarang.


Kegiatannya sehari-hari, cari berita foto yang akan di tampilkan di halaman utama SM online. Keren kan. Beberapa kali dia berbaik hati mengajak aku buat ikutin kesibukannya. Di tiap momen itu aku juga gak lupa buat ikutan ambil foto-foto demi koleksi pribadi. Hehe.


Aku pernah di ajak ke malam keakraban Mas dan Mbak Duta Wisata semarang 2008. saat itu cuma press release aja, tapi aku sempat bertemu dengan beberapa orang yang kompeten di bidangnya, termasuk tahu dengan Mas Duta Wisata 2007, ehem.


Kadang-kadang ada momen yang terjadi tanpa direncana. Juvee tau info peristiwa penting juga secara mendadak, dan itu sering terjadi lo. jadi dijalan kebut-kebutan ya udah hal biasa.


Aku ikut waktu ada penggrebekan Satpol PP pada pedagang liar di daerah Pedurungan. Wah, para pencari berita emang gak segan-segan kalau berburu. Sekarang aku bisa saksikan sendiri. Kayaknya para petugas juga udah biasa tuh lihat wartawan nyotret-nyotret di TKP. Malah aku juga ditanya, “Mbak gak ikut masuk TV tuh?”. Nah!


Juvee bilang yang penting cepat-cepat dapat foto dulu. Soalnya kejadian kan gak mungkin diulang lagi. Masalah informasi selengkapnya, bisa ditanyakan kemudian, atau kalau punya relasi, Tanya aja ke temen-temen yang lebih tau. Hmm, dapet ilmu colongan lagi nih. Asik deh.


Paling seneng waktu ikut liputan peringatan Hari AIDS Sedunia, tanggal 1 Desember kemarin. Seharian kita putar-putar cari aksi-aksi seputar peringatan tersebut. Ah, ternyata gak sia-sia. Hubungan yang terjalin di antara sesama wartawan itu penting banget lo, walaupun mereka gak satu media. Kadang butuh perjuangan juga buat nunggu atau ngejar aksi yang sedang berlangsung. Aku sih ikut-ikuta aja, asik bisa jalan-jalan.


Selama ‘ngekor’ itu aku juga ambil banyak keuntungan yang gak sedikit. Selain bisa turun dan merasakan sendiri cari berita di lapangan, aku juga dikenalkan ke beberapa teman wartawan. Baiknya lagi, kadang di antara mereka gak pelit buat sharing dan ngasih tau pengalaman mereka ke kita-kita yang masih ‘ijo’ ini. Pengalaman yang menyenangkan.


Hmm, thanks Juvee..

Kuliner Yogyakarta: Soto Mlati




Buat ukuran soto, harganya mahal. Porsinya irit lagi. Seperti warung soto lainnya, di sini juga disediakan banyak lauk pauk pelengkap soto, kayak; telur puyuh, ayam goreng, perkedel, trus...hm, apalagi ya? Telur puyuh satu tusuk isi empat dihargai Rp.3000,-. Kerasa nohoknya kan? Buat aku pribadi sotonya si lumayan enak, tapi belum ‘mak nyus’.

Bili pesan gado-gado, untuk ukuran aku yang cewek aja, udah termasuk kecil, apalagi di mata para cowok.
“Enak?”, tanyaku.
“Yah, lumayan”, jawabnya.

Soto ayam Rp.7000.-, Gado-gado istimewa Rp.8500.- (Hm, apanya yang istimewa ya?). Es jeruk dihitung Rp.3500,-, hiks. Total kita habisin Rp.24.000,-

Letak warung ini sekitar Jl. Magelang, Mlati Sleman. Wujudnya sih bukan warung sederhana, tempatnya bersih teratur, menghadap jalan, tapi sisi belakang ada kebun buat ‘nyegarin mata’. Mas yang ngelayanin juga cepet tanggap. Waktu itu aku kebetulan mampir, keburu laper berat, hehe. Buat yang pingin makan murah tapi pingin porsi ekstra large, tunda dulu ya ke sininya.

Thursday, December 11, 2008

Kuliner Jogja: Bie, masakan serba babi




Wah ini sih udah famous di kalangan temen-temen pecinta babi. Masakannya beragam, enak lagi. Pas kantung mahasiwa. Tempatnya di daerah Nologaten. Yah gak jauh-jauh amat dari pasar Nologatennya.

Ada babi panggang, sate babi, babi bumbu rujak juga ada. Favoritku ya nasi goreng babi. Dengan porsi memuaskan buat cewek, harganya juga ramah, Rp.8500,-an aja. Ada acar, emping, plus tambahan sayur. Yummy.

Suasananya enak. Apalagi di lantai dua. Walau tangganya aga horor, begitu sampai di atas, nyaman deh. Apalagi kalau sepi. Hihi. Harga menu satu ke yang laen juga gak terlalu jauh kok. Puas pokoknya.

Wednesday, December 10, 2008

Tentang Bandungan



Kemarin ini (30/11) memang di- planning buat jalan-jalan sama Mas Moko dan Mbak Endah ke Bandungan. Berangkatnya udah agak sore, sekitar jam 14.30. Hasrat jalan-jalanku kesampaian lagi, oh, asyiknya.

Aku dah deg-deg-an, takutnya acara jalan bakalan gagal lagi, hiks. Soalnya aku dah panik, rencana awal yang mau ke kampung Cina terpaksa ditunda, huhu. Padahal aku dah membayangkan pose-pose foto sekaligus dress code-nya, opo to yo, kok aku kayaknya heboh banget. Haha. Meski berubah , aku tetep excited. Lagi pula ini kan perjalanan ke tempat yang baru. Kata sepupu, Bandungan itu daerah yang dingin. Kabar baiknya ada sate kelinci yang bakal bisa dicicipin.

Ternyata, jalan ke Bandungan kelak-kelok, kanan kiri banyak jurang, luar dalam mirip sama Kopeng-lah. Banyak sayuran fresh yang dijual di pasar. Sayang kita gak sempat mampir buat beli, karena tujuannya langsung ke Candi Songo.

Untuk sampai ke tiap-tiap titik candi, jalannya menanjak. Buat alternatif orang yang males, ada penyewaan kuda yang bisa antar sampai puncak. Hehe. Waktu kita di sana gak banyak, karena sepupuku ada acara lain. Hu uh, sedih deh.

Aku cuma bisa lihat candi ke dua aja, gak ada apa-apanya donk, kan totalnya ada sembilan candi. Kabarnya candi yang bisa ditemukan tinggal lima aja, yang empat dah gak diketahui riwayatnya. Kelihatannya mistis kan, padahal gak juga. Aku sempat dapat info, candi-candi ‘ilang’ itu mungkin udah tertimbun karena gempa. Ternyata beberapa candi udah rata sama tanah, gak mbentuk lagi, parah deh.

Aku agak sanksi juga sih, masalahnya kesan pertama lihat, peninggalan seperti candi dan penataan tenda para penjual di tempat wisata gak terlalu diperhatikan sama pemerintah. Males banget ya, seolah orang-orang di sana cuma sekedar manfaatin yang udah ada, nggak mau usaha lagi untuk meningkatkan kualitas obyek yang lebih baik. Hm, tau gak, tiket masuk per orang Rp.6000,-. Murah ya. Nah kalau turis manca, bisa sampai Rp.25.000,-. Sial, kesannya aji mumpung banget sih, grrr. Lah, apa yang bakal diandalin buat daya tarik suatu saat nanti, kalau beberapa tahun ke depan semua candi udah lenyap?

Promosinya, di puncak pendakian bakalan ada air panas yang mengandung belerang. Sayang banget gak sampai sana, buat buktikan sebagus apa tempat itu. Kalau ada waktu gak usah naik kuda deh, jalan aja, walau capek pastinya. Kan sekalian foto-foto. Hehe.

Akhirnya di sana kita makan sate kelinci, uenak tante! Ya udahlah, walaupun gak lama di sana, cukup terobati makan sate enak, siplah! Hujan turun kecil-kecil, beruntunglah gak jadi deras, rusak donk acara jalannya. Kabutnya mulai tebal, udaranya juga tambah dingin, kata si mbak penjual sate, biasanya lebih dingin dari sekarang, brrr. Gak terasa saatnya harus pulang. Semoga bisa datang lagi dan aku bisa daki sampai akhir. Suatu saat aku datang lagi, aku harap tempat itu udah dikelola jadi lebih cantik.

Tentang Ungaran



Selama magang aku tinggal di rumah saudara sepupu di Semarang. Seperti cerita yang lalu, Semarang ke Ungaran itu jauh. Sebenernya aku pingin kos, biar praktis, tapi setelah ditimbang, tinggal di Ungaran ternyata lebih banyak sisi praktisnya. Hehe. Ya, makan, baju, transport, keamanan, thanks buat Mas dan Mbak ku.

Ungaran kotanya gak besar, kalau aku amati malah banyak pabrik, kayak jadi kawasan industri gitu. Ada Kubota Indonesia, Jamu Jago, kalau ke arah selatan ada PT Nissin, Nyonya Meneer, PT Batam Textill, Coca Cola dan beberapa pabrik lain.

Udara Ungaran masih segar lo, suasananya juga masih kaya di desa, hehe. Agak malam sedikit dah sepi. Jalanan ramai karena jalur utama Ungaran kan memang buat lalu lintas antar kota, antar propinsi. Begitu mblusuk, ya sepi. Betul-betul kota kecil. Boro-boro mall, plaza yang ada aja malah buat bilyar. Kalau ada toko kebanyakan kayak WS di Kotagede, nah, betul situasinya kayak gitu.

Keinginan Mas Moko dan Mbak Endah buat tinggal di Ungaran udah lama. Ceritanya sih, udah cinta mati. Dari rumah mereka, gunung Ungaran bisa kelihatan jelas. Sejuknya, dibanding udara Semarang yang penuh polusi. Huh. Perumahan yang jadi tempat tinggal ini juga masuk tatanan modern kok, banyak rumah ‘gaya’ yang gak kalah sama di kota Semarang. Penduduk Ungaran juga gak sedikit yang kerja di Semarang dan nglaju pulang pergi.

Rumah mereka banyak pohon buah. Selama aku di sini, udah beberapa kali panen belimbing. Selain itu masih ada pohon jambu air sama pisang, yes, ini dia my favorit, hehe.

Kadang pulang dari Semarang tu, bisa keringetan dan gerah gitu, begitu sampai Ungaran langsung mak nyes, dingin. Ya, apa boleh buat, kalau lagi kurimen ya aku mandi pakai air hangat, hihi, ngeles.

Ungaran sering hujan. Misalnya dari Semarang kering kerontang, mulai daerah Pudak Payung dah mulai hujan, siap-siap mantol ma sandal jepit tiap hari deh, huhu, deritaku. Syukur aja, akhir-akhir ini udah gak sesering dulu hujannya, sepatuku bebas lembab donk, asik.

Aku cinta tahu bakso Ungaran. Tahu bakso yang di Jogja? Wah lewat! Di sini tahu baksonya super mak nyus, haha. Baksonya lumayan banyak, jadinya puas. Udah jadi ikon kok. Kalau Ungaran ya oleh-olehnya tahu bakso. Aku beberapa kali balak-balik Jogja-Ungaran bawa itu buat oleh-oleh. Gak sedikit teemn-temen di Jogja nodong tahu bakso tiap kali dari Ungaran. Yaelah.

Aku pernah jalan-jalan keliling perumahan di Ungaran. Makin ke dalam, arah barat makin terasa suasana desanya. Terutama tempat tinggal penduduk asli Ungaran memang masih sederhana, mengingatkan sama daerah Gunung Kidul. Masih ada yang pelihara sapi dan ngarit lo. Dari pemilik sapi itu, sepupuku sering beli susu buat aku minum, wow, fresh from the oven. Everyday. Kalau ada rumah bagus-bagus dengan macam gaya ya emang pendatang baru.

Ternyata tanah disana kayak tanah merah yang rawan gitu lo. Tanah yang begitu kena air langsung menggumpal, kalau pake sandal, jadi tebel banget. Heran, di daerah tebing gitu, ada yang bangun rumah sampai dua lantai, ckck, agak mengkhawatirkan. Katanya tanah kayak gitu emang bagus kalau ditanam, jadi subur, cuma kekurangannya ya rawan.

Aku kesal sama beberapa persimpangan Ungaran. Rawan crowded tapi tanpa traffic light. Ugh, njelehi! Ketar-ketir kalau lewat jalan itu lo. Jalurnya bis-bis AKAP, truk, sekaligus mikrolet.

Di jalur utama Ungaran ada juga yang pake traffic light. Agak percuma sih, karena jalur kendaraan yang berlawanan, tanda traffic light nya nyala bersamaan, kalau hijau ya kedua jalur hijau, kalau berhenti ya berhenti bareng. Kalau niatnya jalan lurus gak masalah, kalau belok? Wow, harus super sabar, jalan utama gitu sih mana mau truk container ngalah sama sepeda motor. Jarang, yang ada malah ngebut gila-gilaan. Heran kok tega bener di diemin. Emang kalau gak ada kecelakaan, gak bakal di perbaiki ya, wah knok knok. Jangan sampai.

DDLJ, tolong dong…

Friday, November 28, 2008

Produk (Bermasalah) dari Cina

Belum lama masyarakat dihebohkan sama telur palsu buatan Cina, media lagi-lagi memberitakan beberapa kosmetik Cina juga membahayakan dan ditarik dari peredaran.


Kalau kita boleh skeptis sekarang, apa sih produk Cina yang tidak bermasalah? Memang kosmetik yang ditemukan bukan hanya produk Cina, tapi lagi-lagi Negara ini menambah daftar produk yang tak aman dikonsumsi.


Dari bakpau palsu, susu berformalin, telur palsu, hingga mainan anak-anak berkualitas rendah. Sekarang mau gak mau, masyarakat harus waspada produk buatan Cina!


Padahal belum lama Cina diagungkan sebagai Negara yang industrinya berkembang pesat. Produk buatan mereka banyak disukai karena dikenal lebih murah dibanding produk lainnya. Tak disangka, demi mendapatkan harga jual murah, biaya produksi ditekan, sampai mengabaikan standard keamanan.


Setelah terjadi beberapa kasus menghebohkan, Badan Pengawas Makanan baru gesit memeriksa kualitas bahan pangan. Seperti pada kasus susu bermelamin dari Cina. Beberapa produk yang ditarik dari peredaran, ternyata sudah dikenal dan dikonsumsi masyarakat sejak lama.


Gawat! Kemana badan pengawas selama ini donk? Kok bisa selama ini lolos dari pengawasan, dan dijual bebas di pasaran? Ckck, sial konsumen juga yang rugi, masyarakat juga yang ketar ketir, masalahnya orang awam sulit mengindikasi produk berbahaya tersebut. Telur palsu misalnya, ternyata sulit dibedakan dengan telur yang sehat.

Selama ini dari gambar dan di artikel media, telur palsu bisa dikenali kalau sudah direbus. Berarti kalau masih mentah, sulit donk? Bisa-bisa telur yang kita beli palsu juga. Kalaupun belum sempat dimasak juga, keburu rugi karena sudah dibeli. Apalagi pembeli borongan. Bankrut. Aduh.


Seharusnya pemerintah bisa ikut melindungi masyarakatnya dari ketidaknyamanan seperti ini. tindak tegas saja, semua barang Cina harus cek ulang! Butuh waktu dan kesungguhan untuk mencapai hasil yang maksimal, namun itu harus terjadi daripada orang Indonesia jadi terancam gak sehat.

Thursday, November 27, 2008

Wisata Kuliner Semarang


Nyaris satu bulan aku ada di Semarang, gak kusia-siakan kesempatan buat jalan-jalan dong. Apalagi kesempatan buat nyicipin makanan enak di sini. Hmm, mau banget! Semangatlah kalau suruh makan. Sebenarnya harga makanan di Semarang gak jauh beda sama Jogja. Ada yang jatuhnya lebih murah, ada yang mahal, tergantung tempat juga kok. Ini ada gambaran beberapa tempat yang udah aku datangi. Thanks buat teman-teman yang udah ajak jalan-jalan dan kenalin makanan enak ini. Nyam!

Dyriana

Di lantai satu konsepnya toko roti. Nah, waktu aku datang cuma sempat ke lantai dua. Di lantai dua memang dikonsep seperti café. Ada beberapa kelompok sofa dan kursi, ada juga bentuk mini bar-nya. Aku lihat ada panggung juga. Kata bos di kantor kalau malan ada pertunjukkan penyanyi diiringi band, sayangnya cuma ada hari Jumat dan Sabtu aja.

Harga makanan ya lumayan mahal. Ada tempat ada harga dong. Menjual tempat dan suasana juga. Tempatnya remang-remang, mungkin buat jaga privacy. Waktu ke sana, aku pesan bakso seharga Rp.8000,- dan lemon tea Rp.2500,-. Baksonya enak, satu mangkuk isinya ada tiga bakso, sawi, dan tempura. Ternyata dicampur tempura enak juga. Letaknya di Jalan Pandanaran.

Barista

Konsepnya coffee shop. Katanya ada dua lantai, tapi kata temen, dari dulu renovasi lantai 2 gak kelar-kelar. Sayangnya juga, waktu ke sana, wifi-nya mati! Asyiknya tempat bersih. Gak jauh beda sama coffe shop di Jogja, tapi, harganya murah lo. Aku pesan banana split ‘Cuma’ Rp.8000,-. Kalau di coffee shop Jogja mana boleh. Setahu aku di Jogja sekitar Rp.12.000-an. Lumayan kan! Rasanya enak, scoop es krimnya ada tiga, pisangnya satu, dan ada hiasan cherry. Hmmm… selain itu pesan kentang juga, di lumuru keju, wow… tapi aku lupa harganya. Rugi banget gak tau tempat kayak gini, kata temen asli Semarang, jarang ada coffee shop lo.

Zellato,Food Court DP Mall

waktu ke DP Mall karena gak ingin makan berat, aku pesan es krim. Ternyata enak banget. Kebetulan, aku datang ke sana pas ada diskon 20% untuk beberapa item. Dengan bayar Rp. 14.000,- an , setelah diskon,aku dah bisa rasa es krim strawberry, ada 2 scoop, plus siraman krim strawberry gitu, jadi rasanya manis banget. Eit, ada hiasan enam cherry pula! Ckck, mabuk cherry nih, makan sampai eneg. Ada macam-macam pilihan kok, es krim rasa vanila plus toping coklat roll juga aku coba.

Danti

Hoo, kalau ini toko roti saja. Dijamin fresh tiap harinya. Malah aku dikasih tahu, saking banyak varian roti, pembeli gak bakal tahu pagi ini roti apa yang bakal dibuat, soalnya sekali produksi habis, hari itu mereka gak akan produksi lagi. Letaknya juga di jalan Pandanaran. Harganya mahal untuk ukuran roti semacamnya. Untungnya waktu itu ada diskon 50% buat pengguna Telkomsel, horay. Murah banget jadinya.Aku beli roti pisang, lumayan besar sih, harganya Rp. 7000,- roti soes isi rogut balut beef tipis Rp. 7700,-. , donat coklat cuma Rp.2000,-an, donat abon Rp.4000,-, pie isi daging ayam Rp.4000, hamburger Rp.12.000, semua masih harga asli, belum dipotong diskon.

Mereka juga jual berbagai jus, es krim dan pizza. Ada roti tawar juga. Roti tawar diameter 20 cm hiasannya buah seharga Rp.100.000,- jatuhnya cuma bakal jadi Rp.50.000,- aja! Wah kesempatan emas kan.selain roti ada jajanan pasar juga. Bisa dibungkus, boleh juga makan disitu. Tempatnya nyaman kok.

Sayang, antri bayarnya agak lama, jadi kalu beli sedikit jadi rugi. Capek antri. Terus terang karena aku ngerasa antrian gak teratur.

Empek-empek Gajah Mada

Namanya Gajah Mada soalnya dekat jalan besar namanya Jalan Gajah Mada. Warungnya sendiri letaknya jalan Seteran. Aku sebut warung karena tempatnya memang sederhana banget. Tapi jangan salah, dari datang samapi aku pulang, tempatnya selalu rame.

Tampilannya gak jauh dari Empek-empek Ny, Kamto di Jogja atau empek-empek jalan Taman Siswa, bedanya empek-empek Gajah Mada ditambah sama mie. Ahh, nyatanya rasanya tetep enak. Harganya rata-rata, aku pesan kapal selam Rp.7000,-. Ada pilihan lain kok, ada lenjer misalnya dengan harga Rp. 8000,- ke atas.

Komplek Taman Erlangga

Wah, surga pecinta dureeeeen. Ada es buah isinya kayak es buah umumnya, Cuma ini ditambah durian, gak tanggung-tanggung, tiga durian sekaligus. Enaknya. Mahal sih, Rp.10,000,- per mangkuknya. Puaslah sama rasanya.

Buat yang suka duren ada pilihan lainnya kok, ada batagor, bakso Malang, tahu guling… tempatnya teduh, enak buat duduk-duduk. Tapi maaf gak tahu harganya, cuma ditraktir sih… how lucky!

Sireng

Gak yakin itu nama pemilik warungnya atau bukan, tapi orang-orang katanya manggil dia memang Mbah Sireng. Versi lain bilang Sireng dari Si Ireng (Si Hitam), karena yang jual orangnya hitam. padahal gak hitam banget juga. Jualan gorengan, mie, gudangan, dan kolak. Waktu mampir aku beli kolak pakai santai seharga Rp.1500,- aja. Porsinya satu mangkok bakso. Maksudku pakai mangkok yang biasa dipakai penjual bakso. Isinya ada tiga pisang yang ukurannya lumayan, plus kolang-kaling. Mau pakai es atau gak tinggal pesan aja. Anehnya aku baru tahu kalau ada kolak tampa santan, namanya kolak setup (baca sesuai hurufnya, jangan dibaca set-ap, haha). Kolak tanpa santan kuahnya malah kerasa kayu manisnya, aku sih pilih yang bersantan.

Waktu aku datang, banyak yang makan di situ. Tempatnya sederhana banget lo. Seadanya kalau boleh bilang gitu, nyatanya orang kantoran di sekitarnya gak segan buat datang. Malah akua amati banyak tante-tante Chinese yang makan di sana. Letaknya dekat DP Mall, Cuma agak mblusuk-mblusuk. Katanya, tempat yang di datangi orang Chinese berarti memang enak, karena lidah mereka memang bisa diandalkan buat nyicip makanan. Kata teman yang asli Semarang lo.

Bakso dan Mie ayam Pak Kumis

Penjualnya memang berkumis. Kumisnya bawa hoki mungkin, jadinya dipakai. Haha. Tempat makannya sederhana banget, kaki lima ditutup terpal gitu. Ya, rasanya si standart. Baksonya ada empat, plus beberapa babat. Ada satu bakso uratnya. Kalau digabung, bakso + es jeruk + krupuk Rp. 8500,- waktu aku beli mie ayam + es jeruk + kerupuk, sekitar Rp.6000 an. Aku ngerasa sih bumbunya kurang terasa, mungkin kurang asin. Lho? Bingung ni, aku bukan pencicip ahli. Hehe.

Adi’s Menu

Pertama kali dengar chicken cordon blue dari Dila dan Dian, anak-anak SM, ingatanku langsung melayang ke Bandung beberapa tahun lalu. Masih ingat, aku rasain Chicken Cordon blue yang enak banget. Makanya aku langsung semangat diajak datang ke Adi’s.

Tempatnya sederhana. Letaknya di daerah Pleburan, deket Universitas Diponegoro lama. Tempat boleh seadanya, tapi menunya, wow, luar biasa bikin ngiler. Menu yang sempat tertangkap mataku ada chiken cordon blue, beef cordon blue, sup iga, kentang goreng, salad buah, spaghetti, macam-macem yogurt, uenak tenan. Hehe.

Chiken cordon blue sekitar Rp.12.000,- beef cordon blue Rp.15.000,-, yogurt rata-rata Rp.5000-an. Porsinya dijamin puas. Sausnya enak banget. Dari tadi muji terus ya, kesannya gak obyektif, hehe. Tenang, rasanya setimpal sama harganya kok.

Aku ma temen-temen pesen beef cordon, salad, sup iga, kentang goreng, 2 es the lemon, cappuccino, bayarnya Rp. 55.000,-. Hmm, usaha dikitlah, tapi makan sampai puas!

Martabak UFO

Martabak dicampur scoop es krim? Wah gak bisa dibayangkan rasanya. Kedengarannya aneh banget. Begitu sampai di tempat ternyata martabar manis to, alias terang bulan. Di Jogja sih namanya terang bulan. Jadi pertama dengar soal martabak pikiranku langsung ke gorengan mirip lumpia itu.

Aku pisang martabak campuran pisang keju + es krim di atasnya. Es krim meleleh di atas martabak panas, suedepe-e jeng. Begitu tahu menu yang lain, mataku langsung ijo (Emangnya laler?). Banana split, banana festival, jus pisang, beef and chicken steak … (gak ada steak pisang kok). Harganya murmer, alias murah meriah. Waduh jadi gelap mata ni. Untung temenku gak kalah laper, jadi bisa dibagi-bagilah.

Martabak dihargai macam-macam, tergantung hiasannya. Mulai Rp.6.500-Rp.9.000,-. Steak sekitar Rp. 10.000,-, dan banana split Rp.12.500,-. Ada nasi ayam, kentang goreng, ya nyaris gak nyambunglah menunya. Hehe. Hm, martabaknya sih enak, cuma banana split-nya terlalu dikit, huhu. Pisangnya juga diiris tipis-tipis, bukan di belah. Taburannya permen bukan kacang, jadi kita kurang puas tuh. Kita sempat kasih saran, mas managernya mau nyogok pakai pisang, ternyata pisangnya habis. Wah sial, gak jodo ki.

Asiknya, temenku si Juvee, udah akrab sama managernya, jadi selain disapa secara khusus, dikasih diskon spesial, kita juga digratisin bawa pulang satu martabak pisang keju lagi, uh, ini sih sip banget.

Good news, kata masnya, martabak ini bakalan buka di Jogja, daerah UMY. Jauh banget sih, tapi aku dijanjiin mau diundang pas launcing produknya. Well, aku tunggu lo, aku Bantu promosiin deh.

Makanan Korea dan Makanan Jepang di Food Court Citraland

Wah ini wisata kuliner yang sama sekali gak disengaja. Ceritanya, kami, para pemburu berita lagi nunggu acara peringatan hari AIDS yang digelar di Mall Ciputra. Ternyata info yang di dapat agak melenceng dikit, jadi agak molor. Dari pada keluar cari makan, cari praktisnya sekalian di lunch ajalah.

Begitu disodorin menu, aku langsung tertarik sama makanan korea, Kimbab (nasi gulung). Harga Rp.12.500 (belum termasuk pajak), udah dapat enam irisan mirip sushi roll. Dicobain enak juga, nasi yang di dalamnya ada irisan daging, jamur, telu dadar, sawi, wortel, dibungkus sama rumput laut. Aku makan lima iris aja dah kekenyangan. Oh, gitu to rasanya. Cuma mau memuaskan rasa penasaran aja, sekalian nyicipin jadi orang Korea. Wakaka.

Temenku Juvee, pesen makanan Jepang. Dari pesennya aja dah heboh. Namanya ini ukurannya gede gak, yang jenis itu isinya apa aja, kayak mau kulak-an aja. Dia pesen Crunchu roll, ya gak jauh-jauh dari sushi-lah. Begitu pesanan di anter, awalnya dia agak ngomel-ngomel, porsinya emang kelihatan sedikit banget. Ehm, waktu udah habis aja, dia bilang kekenyangan, kena batunya deh. Kelihatannya, sedikit, tapi isinya padet. Yang aku tahu sih ada nasi sama campuran telur ikan. Harganya sekitar Rp.14.000,-. Kecil-kecil ternyata efeknya nendang juga.

Jus Top

Dari nama tempat, kukira si cuma jual jus buah, ternyata gak juga. Selain bermacam-macam buah, ada punch, yaitu perpaduan buah sama fanta, rasanya juga uenak. Jus berkisar Rp.2500,- Rp. 4000,-an. Selain jus ada minuman panas ala coffee shop plus taburan oreo di atasnya. Hm, kesannya familiar kan. Yup, minumannya cukup beragam. Sayang waktu si Juvee pesan jus, beberapa buah stoknya kosong. Hmm. Aku datang ke tempat ini dari ajakan dia.

Dia kenal baik sama pemilik tempat ini. Temenku ini cerita kalau jus ini awalnya cuma usaha kecil-kecilan lo. Sekarang udah buka cabang dua tempat. Kayaknya merk ini emang lumayan terkenal, ampe ada bajakannya segala. Makanya ada warning kode tertentu yang menentukan keaslian merk ini. di logonya pasti ada tulisan new! Ckckck, hebat juga ya.

Menu makannya cuma ada nasi goreng lo. Campurannya juga bisa dipilih, dari ayam, bakso, sosis sampai ke udang. Harganya tergantung campuran. Berkisar Rp.4000,-Rp. 7000,-an. Rasanya juga mantap. Tempatnya nyaman. Teduh, jauh dari lalu lalang motor, letaknya gak jauh dari Universitas Diponegoro Kota Semarang, daerah Pleburan.

Bubur Kacang Ijo

Wah, burjo yang satu ini lain dari yang lain, ada campuran susunya. Ehm, uenak. Satu porsi seharga Rp.3000,-. Gak jauh dengan harga burjo lainnya kan? Sangat mengenyangkan lo.

Letaknya gak jauh dari kantor Suara Merdeka. Kalau jalan kaki paling lima menit sampai. Menolong banget di saat kere ni. Hehehe.

Jadi jangan lupa nyicipin semua makanan ini kalau datang ke semarang!

Kawasan Candi, Semarang


Tiap pagi mau ke kantor SM CyberNews, aku lewat perumahan Candi. Daerah ini memang terkenal jadi kawasan elit di Semarang. Letaknya sekitar Jalan Sultan Agung (arah Kendal) sampai ke arah Jalan S. Parman.

Ungaran – Semarang jalannya jauh juga, lagian aku belum akrab-akrab banget sama kota ini, jadi kalau pakai motor aku pilih jalan pelan-pelan sajalah. Sambil lirak lirik pemandangan kanan kiri.

Kalau lewat daerah Candi jadi seneng, jalannya lebar, banyak pohon lagi, jadi seger lihatnya, habisnya kawasan yang lain gersang, apalagi pusat kota, fiuhh. Rumahnya besar-besar, megah, tapi gak ada yang mirip. Tiap rumah punya model masing-masing. Ada yang minimalis, sampai model eropa-an gitu.

Kabarnya, jaman dulu kawasan Candi jadi perumahan orang Belanda. Mereka memang berdagang dan bekerja di Semarang bagian bawah, tapi tempat tinggalnya tetap di kawasan yang terletak agak atas itu. makanya sampai sekarang masih ada banyak bangunan gaya Eropa yang pernah dihuni mereka. Malah, pernah kulihat rumah tua yang udah mirip bangunan Lawang Sewu, ho…

Pertama kali lewat situ, aku terbengong-bengong, padahal jelas bukan sekali itu juga aku lihat perumahan mewah. Di Jogja juga banyak lo, haha katrok. Keunggulan Candi dibanding kawasan Jogja, ya karena penataannya rapi, padahal di tengah kota lo. Nyaman jadinya.

Jadi ingat sama penataan kota Bandung. Mirip. Rumahnya besar-besar, halamannnya luas, tapi teduh. Kapan ke sana lagi? Asyiknya jalan-jalan.

Reaksi Pejabat Ketahuan…


Beberapa waktu lalu, Harian Kompas memuat foto buka bersama para pejabat bersama presiden di istana Negara. Foto itu bukan menyoroti para pejabat yang sedang makan, tapi sepatu para pejabat beserta keluarga mereka.

Alas kaki dititipkan dalam loker dan diberi label sesuai namanya. Jadi bisa terlihat jelas sepatu bermerk itu milik keluarga siapa. Dari foto terlihat jelas label merk internasional dalam sepatu tersebut.

Hari berikutnya, Kompas memuat foto yang hampir mirip, tapi terlihat jelas ada yang berbeda. Sepatu yang dititipkan di loker, akhirnya dibungkus dengan plastik. Sehingga, sepatu tersebut tak bisa diamati merk-nya lagi.

Hmmm, apa pejabat merasa tersindir ya, setelah dimuat di media cetak. Jadi, mereka bungkus sepatu, biar merk ‘mentereng’ gak terlihat lagi. Mungkin para pejabat segan sama rakyatnya? Siapa yang tahu.

Aku rasa wartawannya kreatif juga, kok isu yang jarang terekspos itu bisa tertangkap mata mereka. Sebenarnya kita juga tahu barang pejabat pasti bermerk, tapi yang menarik itu reaksi mereka. Kok bisa-bisa mereka kepikiran buat bungkus sepatunya pakai plastik ya? Aku ngerasa lucu aja tingkahnya.

Toh mereka cuma bisa tutupin sepatunya demikian, karena gak mungkin mereka ganti sepatu dengan merk asal-asalan, kalau ganti merk yang standard dan selevel merk yang sama ya mungkin saja. Hahaha.

Realistis sajalah. Tuntutan status dan profesi membuat mereka hidup dalam dunia kelas atas. Image yang melekat pada mereka ikut menyesuaikan penampilan. Sah-sah saja mereka berbuat begitu.

Hal yang penting, kerja mereka harus konsisten dengan jabatan. Kalau hanya terima gaji, hidup mewah, tapi karyanya nol besar ya turunkan saja. Gaji mereka juga uang rakyat kok.

Gak mungkin kita maki-maki mereka karena pakai barang serba mahal, atau menganggap mereka gak peka sama rakyat yang lagi susah, percuma, karena lingkungan pergaulan pejabat memang berbeda.

Kita tunggu saja hasil kerja keras mereka. Kebijaksanaan apa yang mereka buat, dan apa yang bisa kita nikmati. Semoga kehadiran mereka bisa berdampak baik bagi masyarakat. Kalau kita sejahtera, mereka pakai baju mewah baru boleh bangga!

Hehehe.

Monday, November 24, 2008

Melati untuk Marvel


Selama ini aku selalu menganggap sinetron Indonesia itu sangat membosankan. Sampai sekarang masih berlaku kok pendapatku. Cerita sinetron klise aja, si miskin yang ternyata kaya raya, umur muda sudah jadi bos, perebutan harta, peran utama yang super baik kayak malaikat, sedang si antagonis jahatnya luar biasa. Lama-lama capek lihatnya. Apalagi kalau si jahat merajalela, si peran utama polos-polos aja. Adu, gregetan. Hahaha.

Secara gak langsung aku sudah jadi korban sinetron ni. Kenapa kebawa emosi, kan cuma bohongan? Jujur, aku gak pernah sengaja ngikuti alur sinetron. Soalnya yang keluar waktu nonton cuma umpatan dan komentar yang menunjukkan kesalnya aku sama jalan cerita sinetron yang gak logis. Kesalnya maksudku ke penulis naskahnya. Kok jalan cerita sinetron kebanyakan jadi dibuat-buat, mutar-mutar ceritanya. Apalagi, kalau ratting-nya tinggi, hm, bakalan gak tamat-tamat sinetronnya. Apa boleh buat, ternyata penonton juga berpengaruh menentukan episode serial. Produser hanya mengikuti selera pasar. Itu excuse yang sering aku dengar dari pihak PH. Pasar yang mana aku juga gak terlalu yakin. Toh selama ini di lingkungan sekitarku juga banyak orang mengecam sinetron kok.


Lama-lama aku sampai perang dingin sama mama dan tante yang jadi fans berat beberapa sinetron. Soalnya aku selalu ‘berisik dan bawel’ kalau ‘nimbrung’ nonton TV. Jadinya kalau sudah mulai gitu, aku bakal di ‘usir’. Hahaha. Dulu sinetron yang lumayan asyik, semacam Bunda saja, aku gak rajin ngikutin. Ingat, ada sinetron tentang pengacara anak pelacur yang dibintangi Dinna Olivia, Tora Sudiro, dan Meriam Bellina? Menurutku ceritanya konsisten.


Sekarang aku kena batunya. Aku jadi suka lihat sinetron Melati untuk Marvel yang ditayangkan SCTV nyaris tiap hari. Bintangnya Chelsea Olivia, Rezky Aditya, Fendy Chow dan lain-lain karena aku gak hapal. Awalnya aku tertarik karena ada nama Marvel-nya. Hahahaha. Pertama nonton jadi tertarik. Walaupun ceritanya gak jauh-jauh dari keluarga kaya raya dan orang muda yang udah jadi bos, tetep aja ada yang lucu. Aku Cuma suka adegan si Marvel sama Melati yang konyol. Senenglah, kayak cerita-cerita film Korea. Selain itu, Fendy Chow juga good looking, jadi nilai plus deh.


Selain adegan itu aku juga malas ngikutin kok. Apalagi lihat adegan mamanya Melati yang mata duitan, gampang disogok, Kesia, pacarnya marvel yang matre, atau si Aurel, ipar Melati yang manjanya luar biasa bikin emosi. Lagi-lagi pakai emosi, haha. Lagi pula, dilihat-lihat akting Rezky Aditya, aktor yang jadi Marvel, agak berlebihan, jadi bikin ilfil. Ya, sudahlah namanya juga sinetron.. Lucunya kadang aku gak rela ketinggalan adegan romantis Melati sama Marvel :P. Aku memang hobi liat cerita romantis ala Korea gitu.
Dicari fun-nya sajalah. Lihat saja kelanjutannya. Moga alurnya tetap asyik. Masalahnya alur yang konsisten juga gimana, aku masih bingung, karena cerita sendiri sudah berkembang. Fokusnya saja ada dua, Melati dan kakaknya. Humm, kalau cerita sudah melebar dan menyebalkan ya ditinggal. Boleh saja produser mau buat cerita sebanyak apa, keputusan dan seleksi program tetap di tangan kita, penonton. Selamat mencoba jadi penonton yang cerdas.

Tuesday, November 18, 2008

Twilight


Aku kena twilight fever juga. Haha.

Syukurlah. Akhirnya keluar juga filmnya. Padahal filmnya mau release di barat aja baru tanggal 21 November 2008, aku gak terlalu berharap banyak soal ini. Di Indonesia, kalau bukan film besar atau jajaran box office, jarang ada bioskop yang mau putar secepatnya. Misalnya, film Shoot 'em Up baru diputar di 21 Ambarukmo Plaza, berbulan-bulan setelah release di negaranya. Padahal aku dah bisa nonton VCD originalnya di rental film. Agak sedih juga jadinya.


Film ini di angkat dari novel laris, Twilight, karangan Stephanie Meyers. Biasanya disebut Twilight Saga. Mulai dari buku 1: Twilight, buku 2: New Moon, buku 3: Eclips, buku 4: Breaking Dawn. Kabarnya ada satu buku lagi yang dibuat dari pengarang yang sama, tapi dari sudut pandang pemeran utama yang cowok, Edward cullen. Di Indonesia, baru terbit tiga buku.


Kepingin baca bukunya udah lama, cuma baru-baru ini aja aku 'ngebut' buat baca semua serinya, dari Twilight, New moon, sampai Eclips. Eclips aja bisa kubaca dalam waktu 2 hari! Horay, I can't wait the next book, Breaking Down. Aku jadi tambah semangat waktu tahu ada cerita versi si Edward Cullen: Midnight Sun.


Bukan cuma aku yang kena demam Twilight. Mbak-mbak yang jaga taman bacaan juga gak kalah heboh. Sampai ada yang niat banget beli dipotong dari gajinya, walah. Jadi kalau kita kumpul satu tempat dan percakapan soal twilight mulai kebuka, nah, tambah ramailah suasana, cerita sana sini: Edward yang romantis, Jacobs yang malang, dan beruntungnya si Bella, kita sampai berkhayal padahal udah segede ini. Hihihi.


Oh, pokoknya kita bersyukur banget film Twilight dibuat. Semoga tidak mengecewakan. Masalahnya indahnya fantasi kita, kadang gak bisa sempurna digambarin sama film yang durasinya cuma dua jam-an. Jadi gak sabar lagi. Aku memang suka cerita macam ini dari dulu, mulai dari Lord of The Ring sampai Chronicles of Narnia pasti aku tonton. Cuma Twilight kayaknya gak ditujukan untuk anak-anak, selain ada action, banyak juga drama Edward dan Si Bella. Bukunya sih romantis, tapi lihat aja realisasinya.


Bella diperankan Kristen Steward, Edward diperankan Robert Pattinson. Hmm,kalu jelek, hancurlah fantasiku. Haha. Kapan filmnya release di Indonesia ya? Paling gak sedikit tenang sama VCD dan DVD yang bakal beredar di pasaran. Penginnya di Bioskop, lebih menghayati. Wah, demam Cullen Family nih, sampai aku download wallpaper ama soundtracknya segala.


Sekarang segini hebohnya, padahal aku gak tau efek film ini sampai sekian tahun ke depan. Tapi, selama seri Twilight masih berlanjut, aku masih berniat nonton terus kok. Semoga filmnya bakal mengikuti sukses novelnya.

Monday, November 17, 2008

Banyaknya Partai di Negaraku


Sudah liat profil parpol belum? Ckckck, banyak banget. Kalo bukan partai besar sulit banget buat diingat. Ujung-ujungnya cuma partai besar dengan massa besarlah yang bisa terus bertahan.

Kenapa begitu dipikirkan? Aku ngerasa malah jadi pemborosan aja. Masalahnya sejak reformasi di-gong-kan (walah) ratusan partai bermunculan. Akhirnya yang menang partai raksasa juga. Pemilu mendatang berulang lagi.

Partai besar rentan pecahnya. Kalau gak sepaham atau bentrok dikit, akhirnya bentuk partai baru, atau kalau merasa perannya jadi kecil atau merasa gak dihargai di partai, langsung melenceng keluar, cari yang lain, atau bentuk yang baru. Apa mereka menganut prinsip lebih baik jadi bos di negeri sendiri, daripada cuma jadi bawahan di negeri orang?

Sebenernya aku bukannya sinis ama mereka yang buat partai baru, tiap orang juga bebas berserikat berkumpul, wujud demokrasi juga kan?

Cuma, apa gak bikin bingung? Apa semua bakal dikenal rakyat? Sulit juga sih menyatukan perbedaan, cuma menurutku misi mereka bakalan lebih sip dan kuat kalau dilakukan bersama-sama. Bukankah kita hidup di satu negara yang berbeda? Wajar kan kalau ada beda pendapat? Tujuannya sama-sama ciptakan pemerintahan yang buat rakyat lebih sejahtera, jadi buat apa berpisah? Bukannya kemampuan mereka lebih baik digabungkan untuk menghasilkan kekuatan yang tak tergoyahkan?

Nyatanya Amerika yang wilayahnya luas bisa sukses dengan dua partai aja, China juga begitu, Taiwan juga. Banyaknya partai gak mengukur kesuksesan suatu negara kan?

Entahlah, aku juga belum bisa merasakan manfaat dari banyaknya partai di negara ini, bingung.