Friday, April 24, 2009

Knowing: Entah Science Fiction atau Fantasi

Aku bukan penggemar Nicholas Cage. Nonton film ini pun karma terpikat resensinya. Ceritanya si Nicho ini (wualah, sok kenal sok dekat), adalah single parent beranak satu, nama anaknya Caleb. Istrinya meninggal karna kecelakaan.

Suatu saat si Caleb menghadiri upacara kelulusan di sekolahnya. Masing-masing murid akan mendapat pesan yang tersimpan dalan kapsul waktu. Kapsul itu dibuka di depan semua murid saat itu. Caleb terima kertas yang berisi deretan angka.

Gak nyangka, Caleb justru bawa kertas tadi ke rumah. Si bapak walau awalnya marah, jadi malah penasaran dan berusaha tafsirkan deretan angka tadi. Entah saking pinternya atau takdir, dia bisa memecahkan angka tersebut.

Hasilnya hebat banget, angka itu bisa prediksikan kejadian masa depan: waktu terjadi, titik koordinat tempat dan orang yang terlibat di dalamnya. Cuma semua kejadian yang dimaksud adalah kecelakaan.

Begitulah, lama-lama Caleb dan ayahnya terus terhubung dengan kejadian seputar kertas itu. Si Nicho, bisa membuktikan sendiri bahwa prediksi angka itu tepat.

Adegan kecelakaan di film ini emang kuakui kereeeeeeeen. Wow pokoknya. Cuma ending film cerita justru bikin kesal. Awalnya emang film yang menampilkan ketegangan dan misteri, kok penyelesaiannya malah kayak film fantasi?

Intinya dunia terancam musnah akibat letupan gas matahari. Bagus kan? Aku jadi bengong waktu ada ‘UFO’ yang jadi penyelamat orang-orang terpilih. Hm, mana ada kejadian alam yang bisa di cegah? Gak konsisten deh ceritanya.

Ini sekedar opini sih. Mungkin si pembuat cerita juga pingin menampilkan akhir yang ada happy ending-nya gitu. Menurut pengamatanku malah wagu (alias aneh/ gak cucok). Silahkan nonton sendiri deh… dan bikin ending sendiri. Hehehe.

Under The Tree

Aku sempat excited waktu dengar Under The Tree di putar di 21 Yogya. Jarang, ada film gak berbau komersil yang tembus kesana. Makanya waktu jam datang aku masih dapet tiket, agak gak heran, gak banyak orang tertarik dengan film yang tampak luar aja udah ‘berat’. Aku dah bisa prediksi berdasar beberapa resensi di media. Keinginan nonton tamabh kuat. Soalnya film ini berjaya mendapat beberapa penghargaan.


Film ini bercerita tentang tiga wanita, (Marcela Zalianti) yang berkonflik dengan ibunya, (Nadia Saphira) anak pejabat kaya raya, dan wanita (lupa nama artisnya) yang dihadapkan dengan kelainan pada janinnya. Semuanya bersetting di Bali. Jadi sepanjang durasi film, akan disuguhkan banyak prosesi adapt Bali, kesehariannya, tingkah lakunya, bahasa Bali pun banyak diselipkan dalam percakapan, terutama oleh para penduduk Bali. Para figuran film termasuk para penari memang orang Bali tulen, penarinya saja legendaris. Begitulah info yang kudapat. Dilihat orang awam sih, acting Ayu Laksmi memang mengagumkan, gak salah kalau dia dapat penghargaan pemeran wanita terbaik di FFI.


Inti cerita yang bisa kutangkap sih seputar itu, masalahnya ada banyak lubang kosong (walah) buat memahami cerita secara keseluruhan. Banyak pertanyaan yang harus kutanya ke Mas garin, hoho.

Sejak film mulai diputar aku bengong, studio film garapan Garin Nugroho ini sepi banget! Dengan perhitungan kilat (belum tentu akurat, hehe) penonton yang hadir gak lebih dari 20 orang. Selama pemutaran beberapa ladies keluar masuk studio, gol-nya mereka hengkang beneran dari studio. Aksi ini diikuti serombongan muda-mudi lain. Gerah mungkin, coz filmya mikir. Haha. berasa nonton privat edition deh.


Atau memang ada penonton yang bisa memberikan pencerahan soal film ini?



Smart Haier

Wah ini lah solusi hemat buat orang pingin ngenet. Dengan budget Rp. 189.500,- udah dapet modem berbasis kecepatan 3G. Selama ini aku pake ngenet secara cuma-cuma, asal hapenya ada pulsanya, hehe.


Testimony singkatnya: untuk penggunaan di rumahku yang ada di Pilahan, Gedong Kuning, aksesnya susah banget. Kalo mau usaha ya harus ngenet di pagi buta. Kalo pas sore atau maleman dikit bisa lancar tuh beruntung banget, hiks. Untuk pemakaian kawasan Tambak Bayan, aksesnya jauh lebih cepet dari rumahku. Gak terlalu menderita deh cari sinyal. Gitu juga waktu tak coba di kantor, kawasan Timoho, is better.


Kalau dibandingkan sama Telkom Flash ya kalah cepet. Tapi waktu si Smart ini kuboyong ke Jakarta dan kupake disana, sangat memuaskan kok. Kecepatannya mungkin jadi 3x di banding di Jogja. Cowokku sih bilang hal yang sama tentang penggunaan Smart ini. “Mungkin orang di Jakarta yang berhemat cuma sedikit”, katanya berseloroh.


Nilai plus yang lain sih modemnya bisa sekalian buat teleponan, SMS-an juga. Kan bentuknya hape. Haha. Juz have fun. Men-download lagu? Belum pernah kulakukan. Gaaaaa, bikin emosi duluan si.


Tersedia dalam tiga warna ni: putih, hitam dan merah

Samsung E200


Gadget ini cocok buat orang yang pingin fitur komplit di hapenya, tapi isi kantong terbatas. Kamera 1,3 MP, music player, voice recorder, image editor, FM editor, Bluetooth, java world, browser (WAP), USB plug ini, plus dukungan design tipis yang gaya. Warna yang kutahu hitam sama biru telor bebek. Sepaketnya udah termasuk kabel data (USB).


Awalnya gak langsung kepikiran mau beli HP ini lo. aku malah naksir HP sliding Samsung yang harganya gak beda jauh. Ternyata gak megecewakan. Masuk kategori best buy deh. Hape ini dibeli Desember 2008 seharga Rp. 875.000,- .


Herannya sampai sekarang, HP ini gak bisa terima kiriman gambar via bluetooth dari HP merek lain, yang kucoba sih Nokia dan Sony Erricson. Gambarnya gak bisa dibuka. Kalau mau file bermasalah tadi dihapus, harus via HP. Soalnya file transferan itu gak bisa dipindah ke komputer. Apa ukurannya terlalu besar ya? Kalau pun bisa terima gambar pun cuma dari Motorola, bisa dibuka sih, tapi tetep aja gak bisa ditransfer! Pusing.


Hal yang sama juga berlaku buat lagu. Bisa sih di dengerin, tapi gak bisa ditranfer juga ke computer atau laptop. Kalau bosen yang di hapus aja langsung dari hapenya.


Kadang pesan masuknya juga agakn eror. Pesan-pesan lama bisa dideteksi sebagai pengirim sms yang baru masuk. Ya gak parah sih, begitu keluar dari inbox eror nya juga langsung hilang kok.


Ada yang bisa Bantu buat solusinya?

Friday, April 10, 2009

Hari Gini Golput?

Di bagian koran Kompas Jogja, pernah ada artikel liputan yang menceritakan beberapa kekecewaan mahasiswa suatu perguruan tinggi negeri (guess who, hehe). Mereka membuat posko di kawasan kampus yang intinya merupakan pos yang menerima pengaduan masyarakat tentang Pemilu 2009. Apa mereka juga menggalang massa untuk golput? Hm, gak tahu juga. Aku sempat ingat argumen mereka waktu itu. “Kami merasa gak ada calon pemimpin yang qualified untuk memimpin Indonesia kelak. Hasil pemilu kali ini juga gak bakal membawa perubahan yang berarti, jadi buat apa ikut pemilu?”, komentar salah satu dari mereka.

Di hari berikutnya, kutemukan artikel yang berbeda. Gabungan beberapa mahasiwa (negeri atau swasta ya???? Hihi..) melakukan aksi bersama. Mereka buat karya seni yang mengajak semua orang untuk menghindari golput. “Hari gini golput rugi. Uang yang dipakai untuk membiayai pemilu kan dari uang rakyat juga. Ini pesta demokrasi yang besar. Demokrasi harus kita dukung”, ajak mereka.

Dari perbandingan kedua aksi di atas aku akan mendukung aksi kedua. Golput adalah hak tiap waga negara, tapi tetep aja it’s not ok. Skeptis boleh aja, tapi jangan sampai apatis. Apalagi mahasiswa jangan sampai gak mau berbuat sesuatu buat negaranya. Bukannya mau bersikap sok atau gimana. Tapi kalo golput gak deh. Mau golput sampai kapan? Kalau terus ditunggu apa akan muncul pemimpin serba sempurna?

Perubahan ada kalo ada kemauan untuk berbuat sesuatu, nyatanya tahun 1998, mahasiswa bisa bertindak dan menggulingkan tirani jaman itu. See? Golput it/s not cool. Tapi dalam kasus ini. Adalah golput yang dasarnya berasal dari niat diri lo. Bukan golput karena keruwetan DPT. Semoga pilihan bisa menentukan ke arah yang baik.